3 September 2015

Membangun Indonesia Dari Periferi

Share

Sila kelima Pancasila berbunyi “keadilan sosial bagi SELURUH rakyat Indonesia”. Ini harus dimaknai sebagai pemerataan pembagian kesejahteraan untuk semua rakyat Indonesia, bukan pemerataan kemiskinan dan penderitaan. Nyatanya pada hari ini masih terdapat kesenjangan yang mencolok antara rakyat sejahtera dan merana, antara daerah kaya dengan papa.

 

Disparitas besar-besaran terjadi di segala bidang: pembangunan infrastruktur, transportasi, pendidikan, pelayanan kesehatan, dan masih banyak lagi. Rumusannya, makin jauh sebuah daerah dari pusat, makin terbelakang pembangunannya, sehingga kita mengenal istilah “daerah terpencil”.

 

Namun “daerah terpencil” ini secara geografis bukanlah sebuah daerah kecil. Sebut saja Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dapat mengkuantifikasi misalnya ketersediaan sarana-prasarana transportasi, pendidikan, angka harapan hidup, pelayanan medis dan lain-lain yang masih jauh lebih rendah dari angka rata-rata IPM nasional.

 

Marilah kita fokus pada bidang medis. Ternyata angka kematian ibu melahirkan, angka kematian balita, dan angka gizi buruk pada anak-anak jauh lebih tinggi di kawasan Indonesia Timur dibandingkan capaian pembangunan nasional rata-rata, bahkan sampai empat kali lipat (sumber: Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2014 – 2019).

 

Kesenjangan antar daerah/provinsi yang begitu besar menimbulkan pertanyaan apakah Indonesia itu sebuah negara kesatuan atau serikat negara-negara dimana ada “satu negara” (baca: provinsi) yang sangat kaya dan maju. Di lain pihak, ada “negara lain” (baca: provinsi lain) yang miskin dan terbelakang yang secara politis bergabung menjadi sebuah serikat bernama Republik Indonesia? Lihat saja bagaimana Cekslovakia dan Libia – Mesir yang notabene sudah bubar.

 

Jawabannya tegas: TIDAK! Indonesia adalah sebuah negara kesatuan. Slogan NKRI adalah harga mati yang harus kita wujudkan, perjuangkan, dan pelihara sampai kapanpun.

 

Tekad pemerintah untuk membangun daerah tertinggal sperti yang tercantum dalam Nawacita butir 3: “membangun Indonesia dari pinggiran” harus kita sokong. Seyogyanyalah setiap stakeholder yaitu setiap insan Indonesia bahu membahu membantu pemerintah membangun daerah tertinggal, agar keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia benar-benar tercapai.

 

Selama hampir enam tahun, doctorSHARE (Yayasan Dokter Peduli) secara rutin mengunjungi daerah-daerah yang minim pelayanan medisnya dan menawarkan bantuan perawatan kesehatan bagi mereka yang membutuhkan. Puluhan ribu pengobatan, ribuan operasi, dan ratusan anak buruk gizi telah kami tangani. Kami juga sering mengalami tantangan-tantangan berupa cuaca buruk yang sulit diprediksi.

 

Infrastruktur yang minim bahkan tiada sama sekali seperti di Pegunungan Tengah Papua. Inilah kenyataan sehari-hari yang kami hadapi.

 

Namun, demi pemerataan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, dan keyakinan bahwa Tuhan tidak mengubah nasib sebuah bangsa kalau bangsa itu tidak mengubah nasibnya sendiri (Bung Karno), maka kami tetap melakukan pelayanan-pelayanan medis di daerah-daerah yang sulit dicapai.

Berpedoman pada pengalaman-pengalaman serta melalui inovasi-inovasi kreatif, kami melahirkan jenis-jenis pelayanan baru yang tepat guna. Semisal di daerah yang infrastruktur jalannya jelek, kami menyediakan mobile clinic berupa sepeda motor yang membawa tenaga medis dan obat-obatan.

 

Daerah-daerah pesisir dan pulau-pulau kecil kami kunjungi dengan Rumah Sakit Apung. Daerah-daerah pedalaman di Pegunungan Tengah di Papua kami kunjungi dengan pesawat perintis, dilanjutkan dengan jalan kaki menembus hutan dan naik turun gunung membawa peralatan yang dibutuhkan. Pelayanan medis pun dilakukan di bawah tenda.

 

Tekad kami adalah mewujudkan semboyan “lakukanlah HARI INI apa yang dapat dikerjakan BESOK.”  Sakit penyakit tak dapat menunggu hingga semua sarana pra sarana selesai dibangun.

 

Mungkin saja suatu saat ada jalan raya yang mulus dan terowongan-terowongan kereta api yang membelah hutan belantara serta menembus perut-perut gunung di Papua seperti di Pegunungan Alpen dan Norwegia di Eropa. Tapi kami tetap mengajak rekan-rekan mulai hari ini juga untuk membangun Indonesia dari pinggiran. Jangan tunggu besok. (***)

Foto:  Pelayanan Medis “Dokter Terbang” doctorSHARE di Kabupaten Intan Jaya, Papua (dokumentasi doctorSHARE)