16 Desember 2015

Is It Worth It? Definitely!

Share

Perjalanan seru ke daerah yang belum pernah saya alami dan tidak dapat saya bayangkan. Itulah pikiran awal saya sewaktu menyatakan bersedia bergabung bersama tim Flying Doctors doctorSHARE ke Distrik Ugimba, Kabupaten Intan Jaya, Papua.

 

Walau demikian, saya sudah membayangkan kehadiran kami akan membawa banyak manfaat bagi masyarakat di sana. Gambaran mengenai warga Ugimba dalam benak saya adalah tingkat kesehatannya sedemikian parah, malnutrisi, juga terinfeksi berbagai penyakit.

 

Yang tidak pernah saya duga adalah perjalanan trekking sejauh 15 kilometer dalam 13 jam. Artinya, jarak lebih dari 1 kilometer baru dapat ditempuh dalam 1 jam. Dalam keadaan normal, kita dapat berjalan cepat 5 kilometer dalam 1 jam. Pengalaman trekking saya yang ‘lumayan’ awalnya menuai ego besar. Saya tidak berpikir panjang tentang perjalanan yang akan dihadapi.

 

Separuh medan yang kami lalui adalah medan berlumpur. Kami juga harus berjuang melalui akar-akar pohon, sungai dan tebing terjal. Seperempat perjalanan pun ditempuh dalam gelap malam di tengah guyuran hujan. Semua ini telah cukup membuat hati menyesal. Jalan yang ditempuh tidak tampak sebagai jalan sama sekali.

 

Pakaian basah, sepatu terendam air, perut lapar. Beruntung perjalanan malam itu berakhir juga. Kami pun menginap di honai pertama yang dijumpai, yang kebetulan merupakan honai milik seorang mantan pasien pengobatan tim Flying Doctors edisi sebelumnya.

 

Bukan hanya tenaga, namun keselamatan tim dokter menurut saya turut dipertaruhkan di sini. Menuruni bukit terjal di kegelapan malam bukanlah hal mudah, apalagi dengan keadaan licin karena hujan, tanpa gambaran sama sekali tentang kontur alam di tempat tersebut.

 

Esok harinya, pengobatan umum dan operasi pun langsung dimulai. Beberapa pasien memang terlihat sangat membutuhkan tindakan operasi, namun keterbatasan sarana membuat tindakan tersebut belum dapat dilakukan.

 

Pasien luka bakar dengan jari-jari menyatu.
Pasien dengan luka parang yang tidak dapat menekuk sendi lututnya.

 

Pasien-pasien ini sangat membutuhkan tindakan operasi tapi belum dapat kami layani karena mereka membutuhkan sarana yang lebih baik dengan perawatan lanjutan.

 

Akhirnya tindakan operasi terbatas pada pengambilan lipoma, hernia ventralis dan beberapa bedah minor lainnya. Pengobatan umum diberikan terhadap pasien yang menderita penyakit harian. Tindakan diagnostik terhadap pasien berat sulit dilakukan karena tidak tersedia peralatan memadai seperti USG (ultrasonografi).

 

Usai pelayanan medis, kami kembali ke Jakarta. Pertanyaan “is it worth it?” tetap terbayang. Jawaban dari pertanyaan tersebut kemudian muncul setelah saya menyelami kembali hiruk pikuk kehidupan kota besar seperti Jakarta dengan segala keramaian, kemewahan, dan kegaduhannya dalam bidang ekonomi, keamanan dan tentunya politik.

 

Kita begitu terfokus pada diri sendiri di lingkungan kerja dalam hidup sehari-hari sehingga sama sekali tidak sadar dan mungkin juga sengaja tidak mau sadar bahwa ada kehidupan lain yang demikian berbeda. Dokter belum pernah sampai di Ugimba, dan kemungkinan (besar) saya adalah dokter bedah pertama yang menginjakkan kaki (berlumpur) di Ugimba.

 

Mungkin dampak kedatangan saya dari segi medis tidak begitu besar. Saya tidak menyelamatkan nyawa di sana. Saya juga tidak berhasil mengeluarkan tumor dari perut pasien dalam sebuah honai.

 

Yang berhasil kami lakukan sebagai tim Flying Doctors doctorSHARE adalah memberikan harapan pada penduduk Ugimba yang selama ini terisolir. Masih ada kami yang rela datang untuk memberi perhatian, dan akan terus memberi mereka perhatian.

 

Keberhasilan dari sisi lain, paling tidak bagi saya, adalah sadar dan ingat bahwa ada kehidupan lain di tempat yang tak begitu jauh. “Prestasi” yang kita capai dari tempat kita sehari-hari di kota besar mungkin bukan merupakan sesuatu yang berarti di tempat seperti Ugimba.

 

So, is it worth it? Yes it is definitely worth it!