28 Februari 2016

Mimpi Besar Maria

Share

“Saya mau jadi dokter, Kakak”, ujar seorang gadis kecil di sudut Papua.

Namanya Maria. Wajahnya berseri. Kilat matanya menunjukkan keyakinan akan cita-citanya. Saat menulis pengalaman ini pun saya masih teringat sorot mata itu, mata yang merajut mimpi masa depan. Dia tak ragu memimpin teman-temannya menyanyi. Pun dengan sabar membantu membagi makanan ringan pada anak-anak kecil yang berkumpul di belakang rumah singgah kami sore itu.

Kepercayaan dirinya sungguh mempesona untuk ukuran seorang gadis kelas 5 SD di tanah Papua. Jawabannya lugas, pula tidak ragu menjawab lontaran pertanyaan kami. Hanya saja ia terpaksa menyerah dan meringis malu kala tidak mampu menjawab pertanyaan hitungan pecahan.

Saya terpesona Maria. Anak perempuan kecil dari Desa Senggo, Distrik Tisain, Kabupaten Keppi. Sungguh berani ia gantungkan mimpi tinggi menjulang. Sebersit pikiran segera melintas di benak ketika saya mendengar mimpinya.

Sulit kalau mau jadi dokter di Papua. Sekolah-sekolah seringkali tidak memiliki guru. Materi pelajaran juga jauh tertinggal dari anak-anak Pulau Jawa.

Sungguh saya hargai betul semangatnya. Saya berharap ia terus gigih dengan mimpinya, tak jenuh mempertahankan kerlip asa yang ia gantung di langit. Mendengar mimpi Maria, saya merasa malu sekaligus kecil. Gadis ini berada di pelosok Papua dan harus menghadapi aneka keterbatasan. Tapi ia masih berani bermimpi besar sedangkan untuk sekadar bermimpi pun saya takut.

Kerapkali saya hentikan langkah hanya karena terpikir halangan-halangan yang mungkin timbul. Pun saya seringkali membatasi diri sendiri karena tidak berani melambungkan mimpi tinggi-tinggi. Saya terlalu takut jatuh dan kecewa jika tak mampu meraih apa yang saya gantungkan sendiri.

Senja itu, semburat oranye di langit Papua mengiringi pembelajaran saya pada seorang Maria. Belajar untuk berani bermimpi besar dan bekerja keras mewujudkannya. Soekarno pernah berkata, “bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang”.

Ah, semoga pula kamu mengingat ujaranmu sore itu, Maria. Berjuanglah untuk mewujudkan mimpimu. Jadilah seorang dokter. Saya mungkin hanya mampu mendoakanmu, Maria. Engkau gadis kecil yang mengingatkan saya untuk berani bermimpi besar.

If you were brave enough to dream it, be brave enough to make it happen.