10 Agustus 2016

Penderitaan Eltina: Menjadi ‘Hamil’ Selama Sebelas Tahun

Share

Eltina Yokohael, seorang wanita berusia 25 tahun dari Ohoinangan, sebuah desa kecil yang terletak di kecamatan Kei Besar, Maluku Tenggara memiliki kista di dalam perutnya.

Kelainan ini sebenarnya sudah diketahui ketika dia masih gadis berusia 14 tahun. Namun, karena kondisi ekonomi dan fasilitas kesehatan yang kurang, ia harus menanggung penderitaannya selama bertahun-tahun.

Keluarga Eltina sebenarnya miskin. Ibunya menanam dan menjual sayuran. Hal ini sudah dilakukannya sejak ayah Eltina kehilangan penglihatannya. Hal ini terjadi jauh sebelum Eltina ‘divonis’ mengidap penyakit kista.

Semua berawal ketika Eltina merasakan sesuatu yang menyakitkan di perutnya. Lambat laun, kista itu semakin membesar dari hari ke hari hingga ia tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa. Rasa sakit yang dideritanya memaksanya untuk berhenti pergi ke sekolah dan dia harus terus berbaring di tempat tidurnya sepanjang hari. Sejak saat itu Eltina tidak pernah keluar rumah. Seringkali, ia merasa sangat kesakitan sampai-sampai ia harus berteriak.

“Ketika perutnya semakin besar dan semakin besar, Eltina tidak bisa berbuat apa-apa, tetapi menerima untuk terus berbaring di tempat tidurnya – selama sebelas tahun”, kata sepupu Eltina, Susanna, tersenyum pahit sambil mengingat hari-hari yang sulit itu.

Namun demikian, keluarga berusaha keras untuk menemukan obat bagi Eltina. Dia telah diperiksa beberapa kali, namun, ditentukan bahwa dia harus dioperasi. Rumah Sakit Tual di Kei Besar memberinya referensi ke rumah sakit lain yang direkomendasikan, yang memiliki kualifikasi dan kemampuan untuk melakukan operasi kista perut seperti itu.

Dalam hal ini, Eltina harus dibawa ke Ambon. Namun lagi-lagi, kesulitan keuangan membuatnya tidak bisa pergi ke Ambon dan menerima perawatan. Harapannya untuk sembuh kembali sia-sia dan kista masih berada di dalam perutnya.

Dengan menanam dan kemudian menjual beberapa sayuran untuk mencari nafkah, ibu Eltina hanya mampu mendapatkan penghasilan yang sangat kecil yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Namun di dalam gubuk kayu mereka, dua anggota keluarga membutuhkan perawatan khusus: Eltina dan ayahnya yang buta. Ibu Eltina melakukan segala yang dia bisa untuk kedua orang yang dicintainya.

Menurut Susanna, ibu Eltina memiliki sembilan anak, di mana Eltina adalah yang termuda. Tiga dari mereka meninggal dunia. Lima bersaudara yang tersisa tidak tinggal di Maluku lagi. Mereka bekerja dan tinggal di Papua atau pindah ke beberapa daerah lain mengikuti suami mereka. Oleh karena itu, mereka jarang kembali ke Ohoinangan.

Harapan baru muncul ketika Rumah Sakit Terapung dr Lie Dharmawan merapat di Pelabuhan Elat, Kei Besar, Maluku Tenggara pada Agustus 2015 untuk misi pelayanan medis.

“Saya mendaftarkan Eltina ke Rumah Sakit Terapung, karena ibu Eltina tidak begitu mengerti cara melakukan pendaftaran. Ketika saya diberitahu bahwa Eltina harus dibawa ke Jakarta, saya sangat khawatir tentang biayanya. Namun, para dokter meyakinkan saya bahwa semua biaya akan ditanggung,” kata Susanna.

Semua biaya ditanggung oleh donasi. Susanna dan Eltina akhirnya diyakinkan untuk melakukan perjalanan ke Jakarta dan mereka mengucapkan selamat tinggal kepada tetangga mereka di desa Ohoinangan. Eltina menjalani operasi pada tanggal 3 Maret 2016.

“Saya bersyukur kepada Tuhan bahwa kista Eltina akhirnya diangkat. Tanpa doctorSHARE yang berkunjung ke Maluku, Eltina tidak akan pernah sembuh,” kata Susanna yang sudah memiliki empat orang anak. Salah satu dari mereka meninggal pada tahun 1995 saat konflik Maluku.

Operasi Eltina di Rumah Sakit Husada Jakarta dilakukan oleh pendiri doctorSHARE, Dr. Lie Dharmawan. Operasi berjalan lancar dan membutuhkan waktu sekitar dua jam. Lie mengatakan bahwa kista yang diderita Eltina adalah kista yang berbahaya. Atas izin keluarga, tim juga memotong usus buntu Eltina.

“Menurut diagnosis, itu adalah kista di ovarium kanan. Kista itu sudah tumbuh menjadi ukuran yang ekstrem karena kurangnya perawatan karena fasilitas dan layanan medis yang terlalu sedikit. Selain itu, yang terakhir adalah karena kondisi ekonomi di daerah pedesaan seperti itu”, Dr. Lie menjelaskan.

 

Ditulis oleh: Devrila Muhammad Indra
Diterjemahkan oleh: Bagus Indarto
Diedit oleh: Laura Evers