19 Agustus 2016

Pernak-Pernik Cerita Sunat RSA Nusa Waluya I

Share

Nuansa tegang tergambar dari wajah bocah berusia 7 tahun tersebut. Senyum ceria memudar dibandingkan ketika ia datang bersama orang tua dan temannya ke RSA Nusa Waluya I yang sedang sandar di Desa Riwang, Kecamatan Batu Engau – Kalimantan Timur.

Ia adalah Abdul Widyatama. Bocah kelas 2 SD ini datang untuk sirkumsisi (sunat) di RSA Nusa Waluya I. Abdul bukan satu-satunya bocah yang sunat di RSA Nusa Waluya I. Terdapat sembilan pasien sunat selama tiga hari berlangsungnya pelayanan medis.

Sunat di kapal memang jadi daya tarik tersendiri.

“Dulu saat ada sunatan massal di Desa Riwang sebetulnya sudah mau ikut, tetapi karena takut tidak jadi. Sekarang ada kapal ini. Diajak lagi dan akhirnya mau,” ujar orang tua Abdul.

Meski bangga sunat dia atas kapal, wajah tegang tak terhindarkan. Ketakutan terpancar pada wajah para bocah yang menunggu giliran, terlebih ketika mendengar teriakan pasien sunat sebelumnya. Ada yang hanya berubah ekspresi, ada pula yang mengurungkan niatnya untuk sunat.

Beberapa orang tua mengalihkan perhatian anaknya dengan beragam cara mulai dari memberikan mainan dan makanan hingga mengajak berkeliling kapal.

Zaky – bocah sembilan tahun – juga datang untuk sunat. Zaky merupakan teman Abdul. Ia penasaran dengan proses sunat Abdul. Ruang ia menunggu tidak jauh dari tempat sunat dilakukan.

Sempat Zaky hendak melongok ke dalam ruangan, tetapi sang ayah melarangnya, khawatir anaknya jadi ragu dan tak jadi disunat. Padahal, teman-teman sekolahnya rata-rata sudah sunat. Akhirnya, sang ayah mengajak Zaky jalan-jalan keliling kapal.

Teriak pasien sunat yang ketakutan menggema di RSA Nusa Waluya I. Ketika tiga ruang bedah minor digunakan untuk sunat, teriakan pun “pecah” bersamaan bak simfoni.

Ekspresi ketakutan pun berbeda setiap anak. Tidak sedikit tingkah mereka mengundang tawa tim yang bertugas. Ada bocah yang berteriak seperti ketakutan biasa, adapula yang berteriak histeris, bahkan memarahi dokter dan perawat.

Salah seorang bocah kesal dan menuduh dokter dan perawat berbohong. Bocah itu bertanya apakah proses sunat masih lama. Dokter menjawab sebentar lagi. Namun, sang bocah menuduh dokter serta perawat berbohong seraya menceramahi bahwa bohong adalah perbuatan dosa yang dapat menyebabkan masuk neraka.

Sunat bukan hanya anjuran agama. Sunat juga memang berpengaruh positif bagi kesehatan. Ketika belum disunat, bakteri yang terdapat pada air seni dapat menempel di lapisan kulit sehingga dapat menimbulkan penyakit.

“Sunat itu membuka lapisan kulit. Bila kita buang air kecil, terdapat kotoran yang tersisa di kulit penutup tersebut. Pada kondisi tertentu, lubang dapat tertutup dan sunat adalah cara mengatasinya,” papar dr. Rocky Ellery James Tumbelaka, salah seorang relawan doctorSHARE.

Paparan ini senada dengan yang dialami seorang bocah bernama Ahmad. Datang ke kapal untuk disunat, pemeriksaan dokter menunjukkan adanya penyumbatan sehingga perlu dilakukan tindahan tambahan. Ahmad mengalami phimosis alias penyempitan atau perlengketan kulit ujung kelamin sehingga tidak dapat membuka sepenuhnya. Phimosis dapat menyebabkan menumpuknya kotoran di area kepala kemaluan.

Pemeriksaan kesehatan tidak dapat dilakukan setengah-setengah. Seluruh pasien harus diperiksa agar tidak ada penyakit yang terlewat untuk diobati. Ahmad ternyata juga mengalami hidrokel testis atau penumpukan cairan di sekeliling testis. Meski tidak sakit, penumpukan cairan tersebut dapat mengganggu sehingga dilakukan tindakan untuk membuang cairan tersebut.

Selesai tindakan, Ahmad dirawat inap bersama sang ayah yang juga baru selesai menjalani operasi di RSA Nusa Waluya I. Senyum terlihat sudah kembali mengembang. Pasien lainnya langsung pulang ke rumah masing-masing usai sunat. Beberapa bocah masih terlihat menangis – tapi tetap menyempatkan diri berfoto-foto di kapal.