25 Agustus 2016

Kisah Kader Kesehatan di Distrik Wano Barat, Kabupaten Lanny Jaya, Papua

Share

Ketika pesawat PAC 750XL yang kami tunggangi mendarat di landasan Distrik Wano Barat, Kabupaten Lanny Jaya, Papua, setelah menempuh perjalanan kurang lebih 35 menit dari Kota Wamena, saya benar-benar merasa puas dengan pemandangan di sekitar.  

Bukit-bukit menjulang dengan warna putih di puncaknya, rerumputan hijau menyibak aroma segar. Deretan pagar kayu melengkapi nuansa khas pedesaan. Saya menatap lekat-lekat, tak percaya jika tahun lalu distrik ini pernah alami bencana ‘embun putih’. 

Menjejak kaki di landasan, warga berkerumun menyambut. Koordinator Dokter Terbang doctorSHARE, dr. Riny Sari Bachtiar, MARS, memperkenalkan seluruh anggota tim yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa lokal oleh Bapak Arnus Yigibalom, perwakilan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lanny Jaya. 

Lupakan jaringan selular dan listrik. Tapi itulah yang membuat kami lebih khidmat mengamati daerah pelayanan medis dan berbaur bersama masyarakat. 

Bapak Elmus Murid (51) menggelitik keingintahuan saya mengenai kisah hidupnya sebagai tenaga kesehatan lokal di Distrik Wano Barat, Kabupaten Lanny Jaya, Papua. Bapak Elmus adalah salah seorang kader kesehatan di Distrik Wano Barat dari total enam kader (Elmus, Samuel, Saumurid, Matius, Tulus, dan Timoti). 

Di balik keterbatasan fisiknya, Bapak Elmus mengemban tanggung jawab yang luar biasa.

Bapak Elmus adalah penyandang disabilitas. Kedua kakinya mengalami congenital talipes equinovarus (CTEV). Kaki bagian luar tertarik ke dalam, sehingga telapak kakinya menghadap ke atas. Pergelangan kakinya bengkok. Bapak Elmus pun berjalan dengan bagian luar kakinya, yang amat mungkin memicu nyeri. 

“Kelainan itu ada sejak lahir. CTEV harus dikoreksi sejak lahir,“ ujar dr. Agus Harianto, Sp.B, relawan Dokter Terbang doctorSHARE. 
Elmus tidak pernah mengeluh. Ia harus berjalan setiap hari dari honai menuju Puskesmas Pembantu (Pustu) di Wano Barat. Bukan perjalanan singkat. Bahkan bagi kita yang tidak memiliki keterbatasan fisik, perjalanan dua jam menyusuri bukit dan jalan setapak tetap terasa melelahkan. Setelah sampai di pustu, Elmus melayani pasien. 

Semuanya berawal dari pelatihannya bersama Bapak Naskoya (kini sudah pensiun) sebagai kader kesehatan tahun 1984. Ayah enam anak ini setia mengabdi selama 32 tahun. Selain menjadi kader kesehatan di Pustu Wano Barat, Elmus juga melayani masyarakat di Distrik lain. Elmus juga harus mengurus kebunnya seperti masyarakat lain. 

“Jika lelah, saya  istirahat,” katanya singkat. 

Peran Bapak Elmus dan kawan-kawan dalam kegiatan Flying Doctors yang terlaksana lima hari empat malam  di Distrik Wano Barat ini sangat membantu tim. 

Mereka membantu tim menerjemahkan bahasa Indonesia ke bahasa setempat pada para pasien. Kemampuan mereka menghafal jenis-jenis obat juga sangat membantu kelancaran kegiatan pengobatan umum. 

“Bapak Elmus biasanya memikul obat dari Pustu ke Pustu. Dia memang hafal nama-nama obat,” ungkap Kepala Puskesmas, Bapak Fredy Kogoya.
Saat tim melangsungkan pelatihan bantuan hidup dasar dan pertolongan pertama yang dipandu relawan Dokter Terbang, Junaedi, S.Kep. Bapak Elmus dan kawan-kawan melakukannya dengan serius dan penuh antusias. 

Keenam kader tersebut mengucapkan terima kasih kepada Pak Junaedi. Hal yang memorable adalah ketika keenam kader tersebut saling rangkul dan menangis setelah pelatihan usai. Mereka merasa beruntung telah menerima pelatihan tersebut. Semangat mereka pun terpacu kembali lewat kata-kata motivasi dari Pak Junaedi. 

Menginjak kaki di pegunungan Papua sungguh suatu kemewahan yang saya miliki. 

Bukan Airbus, Pillatus Porter atau PAC 750XL yang mengantar saya dua kali ke wilayah ini. Tim Dokter Terbang (Flying Doctors) doctorSHARE-lah yang menjadi sarana saya. Tanpa tergabung sebagai relawan media doctorSHARE, mungkin saya tidak akan memiliki kesempatan semewah ini. 

Mewah bukan karena menikmati pemandangan, mewah bukan karena saya memiliki banyak stok foto keindahan alam. 

Kemewahan yang saya maksud adalah mampu menuntaskan rasa penasaran sekaligus membantu melaksanakan pelayanan medis di di timur Indonesia yang masih sangat terbatas baik dari sisi akses transportasi, kesehatan dan pendidikan, juga berkenalan dengan sosok-sosok inspiratif seperti Bapak Elmus. Pada mereka-lah saya bercermin dan bertekad memberikan yang terbaik pada sesama.