Asa Usai Bencana
Muhammad Ilham masih ingat jelas saat gempa bumi melanda kampungnya. Guncangan itu terasa sekitar pukul 5.00 WIB. Kala itu, Ilham sedang mengaji di surau dekat rumahnya di Gampong Sarah Mane, Kabupaten Meurah Dua, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Siswa kelas satu SMP Satu Atap Sarah Mane itu panik dan takut melihat orang-orang di sekitarnya berlarian menyelamatkan diri.
“Gempanya sekitar satu menitan, tapi terasa sekali dan berulang-ulang,” tutur Ilham.
Hari masih gelap, belum banyak orang di desanya yang beraktivitas. Hanya segelintir yang melaksanakan ibadah salat subuh dan mengaji di masjid. Pada Rabu (7/12), gempa bumi berkekuatan 6,5 Skala Richter meluluhlantakkan Kabupaten Pidie Jaya. Tak sedikit bangunan rumah, toko, dan masjid yang hancur akibat gempa tersebut. Dalam waktu singkat, keadaan berubah. Masyarakat panik dan korban jiwa berjatuhan.
Keadaan yang sama juga dialami Marhaban, siswa kelas lima SD Negeri Malem Dagang. Saat gempa datang, ia masih terlelap di alam mimpi. Ketika telinganya menangkap kepanikan keluarganya karena gempa, sontak Marhaban terbangun. Marhaban dan keluarganya pun pergi ke luar rumah untuk menyelamatkan diri. Rumah tempat ia berteduh rusak setelah gempa susulan datang.
Ilham dan Marhaban adalah teman sepermainan yang tinggal di Gampong Sarah Mane. Di usia yang masih belia, keduanya merasakan takut dan panik saat guncangan terjadi. Sekolah tempat keduanya belajar pun rusak. Kegiatan belajar mengajar terhenti hingga seminggu pasca gempa.
Bersama puluhan anak Gampong Sarah Mane, Ilham dan Marhaban mengikuti kegiatan trauma healing yang digelar doctorSHARE. Pada Rabu (14/12), anak-anak berkumpul di Posko Bencana Gempa, Gampong Sarah Mane. Menurut tutor kegiatan trauma healing doctorSHARE, Juni Safitri, S.Pd, kegiatan ini dilakukan untuk membantu memulihkan keadaan psikologis anak korban bencana.
“Tujuan utamanya adalah memulihkan keadaan psikologis anak-anak korban gempa sehingga mereka tidak larut dalam kesedihan. Mereka juga bisa tetap tertawa, gembira, dan melakukan kegiatan-kegiatan yang sebelumnya biasa mereka lakukan,” papar Juni.
Juni menambahkan, rangkaian kegiatan juga dilakukan untuk mendukung proses belajar anak. Saat kegiatan berlangsung, anak-anak dari berbagai usia berbaur dan belajar. Mereka menggambar, menyanyi, dan bercerita. Keceriaan terpancar dari wajah lugu anak-anak korban gempa ini.
Setiap anak memiliki kesempatan untuk mengekspresikan kemampuan dirinya. Terlihat anak-anak yang percaya diri di depan teman-temannya untuk menyanyi, memperkenalkan diri, menceritakan apa yang mereka cita-citakan. Mereka pun menunjukkan karya seni berupa gambar. Keadaan bertambah seru saat anak-anak diajak bermain bersama.
Juni mengungkapkan bahwa ia sangat senang bercengkrama dengan anak-anak korban gempa. Menurutnya, antusiasme tidak hanya datang dari anak-anak melainkan dari para orang tua. Tidak sedikit orang tua yang ikut mendampingi anak-anaknya yang masih kecil. Para orang tua turut terhibur dengan kegiatan ini. Tingkah pola anak yang unik membuat para orang tua terhibur selama kegiatan berlangsung.
“Saya berharap semangat belajar anak-anak korban gempa ini semakin tinggi. Semoga mereka bisa kembali tersenyum dan bermain. Yang terpenting, mereka harus tetap percaya diri dan pantang menyerah,” Juni menurutkan harapannya.
Ilham dan Marhaban juga berharap dapat kembali belajar di sekolah masing-masing. Ilham menunjukan gedung sekolahnya yang rusak akibat gempa. Tembok dan lantainya retak sehingga terlihat ada celah. Langit-langit sekolah runtuh dan rangka atapnya patah. Keadaan ini tentu membahayakan para siswa. Ilham berharap gedung sekolahnya segera diperbaiki agar ia dapat kembali belajar.
Anak-anak selalu memiliki imajinasi dan kemauan keras untuk mewujudkan mimpi. Ilham dan Marhaban hanyalah sebagian kecil dari anak-anak korban gempa yang punya kesempatan besar dalam meraih cita-citanya di masa yang akan datang, terlepas dari kesulitan apapun yang tengah mereka hadapi.