23 Mei 2017

Edukasi Kesehatan Bukan Hanya Tugas Dokter

Share

“Hebat. Ada orang sudah tua tapi masih semangat melayani. Harta dipakai untuk kepentingan banyak orang hingga rela menjual yang dia punya demi menolong orang. Kalau mau bantu orang, tidak usah menunggu punya banyak uang. Bantu dengan yang kamu punya dan kamu bisa ya!” Tante saya berpesan saat menyaksikan talk show TV dengan dr. Lie Dharmawan, pendiri doctorSHARE. 


Hati pun berbicara: suatu saat, saya pasti bisa bertemu dengan dokter gila itu. Tak pernah terbayangkan sebelumnya bisa bergabung dengan doctorSHARE karena saya berkecimpung dalam bidang pendidikan, bukan medis. 


Saya percaya Tuhan selalu mengabulkan doa dan niat baik kita. Akhir 2015, saya bertemu dengan salah seorang anggota doctorSHARE yaitu Sylvie Tanaga. Kami berjumpa dalam program “Menyapa Negeriku” yang digagas oleh Kementerian Riset dan Teknologi. Program tersebut mengundang masyarakat umum untuk melihat potret pendidikan di daerah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal). 


Dalam kegiatan tersebut, saya merupakan pendamping dan Sylvie adalah peserta dalam kelompok saya. Di bandara, kami berbincang-bincang mengenai Aceh Timur, tempat yang akan kami kunjungi. Saat membahas tentang kesehatan, saya tertarik mendengar cerita-cerita Sylvie mengenai perjalanannya bersama doctorSHARE dalam misi pelayanan medis di daerah terpencil. 


“Apa cuma dokter yang bisa jadi relawan doctorSHARE?” tanya saya. Ternyata siapa pun bisa menjadi relawan mengingat kesehatan bukan semata tanggung jawab dokter tapi setiap individu. Guru pun berperan dalam upaya pencegahan penyakit dengan mengajarkan perilaku hidup sehat. Saya pun menguatkan niat menjadi relawan. Sekecil apapun kontribusi saya, pasti ada manfaatnya.


Juli 2016, saya berkesempatan mendaftar sebagai relawan. Saya pun terlibat dengan berbagai kegiatan doctorSHARE mulai dari duta yang memperkenalkan profil organisasi pada publik, mendata logistik dan obat-obatan, hingga akhirnya mengikuti pelayanan medis ke daerah Pidie Jaya, Aceh. 


7 Desember 2016, bencana gempa melanda Pidie Jaya, Provinsi Aceh. Saya dihubungi Sylvie dan dr. Herli menjadi bagian dari tim doctorSHARE yang bertanggung jawab atas kegiatan trauma healing bagi anak-anak korban gempa. Dilema muncul karena pada 10 Desember saya harus ikut Ujian Nasional sebagai syarat kelulusan Pendidikan Profesi Guru sementara tanggal keberangkatan jatuh pada 12 Desember. Saya pun memutuskan pergi, terlepas dari hasil ujian nanti. 


12 Desember 2016 dini hari, saya berangkat menuju Pidie Jaya bersama anggota tim yang muda dan bersemangat. Tiba sore hari, tim langsung melakukan pelayanan medis. Para dokter menyulap meja dan kursi untuk memeriksa pasien sedangkan saya menuju meunasah (balai untuk mengaji yang bentuknya seperti rumah panggung) dimana anak-anak dan para ibu sudah berkumpul. 


Gempa boleh saja meluluh lantahkan rumah dan sekolah, tapi tidak dengan semangat mereka. Mulanya, mereka malu-malu untuk berkumpul. Ketika mulai bernyanyi, mereka pun antusias berkumpul. Kami bermain dan belajar pada saat bersamaan. 


Seluruh anggota tim saling membantu, baik pada saat pelayanan medis maupun saat berlangsungnya kegiatan trauma healing. Suasana hangat dan akrab dengan cepat tercipta. Saya yang baru pertama kali menjadi relawan doctorSHARE merasa tidak asing dan sangat antusias.


Melihat semangat anak-anak yang rindu akan sekolah, saya pun memutar otak mengkreasikan suasana bermain sambil belajar dalam kondisi minimnya peralatan. Anak-anak ini terdiri dari berbagai rentang usia. Kami bermain secara berkelompok dengan variasi usia dalam tiap kelompoknya. Anak-anak bekerjasama dalam berkreasi dan bergantian bercerita di depan teman-temannya. 


Melalui kegiatan trauma healing pasca gempa, kami berharap anak-anak di Pidie Jaya tetap bersemangat, kreatif, dan berani mengungkapkan gagasannya di depan umum. Dalam permainan, saya pun menyisipkan pelajaran mengenai merawat diri. Anak-anak di sana sudah tahu bagaimana cara merawat diri namun masih belum mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari.  


Miris memang. Di sisi lain, ini menyadarkan saya untuk lebih dulu membiasakan diri hidup sehat sebelum menceramahi murid-murid. Guru harus memberi teladan hidup, bukan hanya transfer teori. Dan memang benar bahwa melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat adalah tanggung jawab semua orang dari latar belakang apapun. 


Seorang dokter dapat menyembuhkan orang sakit tetapi sebagai guru, saya pun memiliki kewajiban moril untuk mengajarkan murid-murid tentang perilaku hidup bersih dan sehat. Beruntung saya bertemu para relawan muda dari berbagai latar belakang yang kompak bekerja sama lintas bidang dalam membantu sesama di daerah yang minim akses kesehatan.