28 Juni 2018

Bencana Menahun di Muara Kaman

Share

Hilir mudik kapal di Sungai Mahakam menjadi pemandangan biasa di Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Berbagai ukuran dan jenis kapal dapat dijumpai di sungai sepanjang 920 Km ini, mulai dari kapal milik nelayan hingga kapal tongkang. Sungai Mahakam memang menjadi salah satu jalur transportasi masyarakat dan perusahaan sekitar sungai. Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kota Samarinda merupakan tiga wilayah yang dilintasi Mahakam.

Pada 30 April 2018 tim relawan doctorSHARE melaksanakan pelayanan medis untuk masyarakat Muara Kaman. Tim menempuh 12 jam perjalanan darat dari Balikpapan untuk menuju Muara Kaman. Saat hendak sampai di Muara Kaman kondisi jalan berubah, permukaan jalan tidak rata dan lapisan aspal hancur. Mobil berpenggerak empat roda akhirnya diterjunkan untuk melalui medan jalan yang rusak.

Selepas Kota Samarinda, jajaran perkebunan sawit menjadi pemandangan sepanjang jalan. Rumah-rumah panggung sesekali terlihat saat tim hampir tiba di Muara Kaman. Rumah panggung tersebut dibuat dari susunan kayu, dari mulai penyangga hingga dindingnya. Mata tertuju pada genangan air yang terlihat di bawah beberapa rumah panggung.

Masyarakat Muara Kaman memilih rumah berjenis panggung bukan tanpa alasan. Sungai Mahakam sering meluap terutama saat musim penghujan tiba, air akan melewati bibir sungai dan mengalir ke pemukiman. Masyarakat memilih menyesuaikan diri dengan kondisi alam, salah satu caranya membangun rumah panggung. Jika banjir datang masyarakat hanya bisa menunggu air surut yang tidak menentu waktunya. “Ada pernah sekitar enam bulan,” tutur Petugas Puskesmas Muara Kaman, Lastri Juniarni.

Berdasarkan data yang dihimpun, banjir besar terakhir melanda Muara Kaman terjadi pada 2017. ketinggian air mencapai rata-rata dua meter. Rumah-rumah panggung tetap terendam karena tingginya air yang menggenangi pemukiman. Aktivitas masyarakat lumpuh, anak-anak tidak bisa sekolah dan orang dewasa tidak bisa bekerja. Ratusan masyarakat memilih untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman.

Sebagian besar masyarakat Muara Kaman berprofesi sebagai nelayan. Perahu-perahu kecil untuk mencari ikan terlihat di beberapa rumah warga. Saat banjir datang, perahu akan beralih fungsi menjadi alat transportasi masyarakat. Ada pemilik perahu yang menyewakan jasa angkutan selama banjir melanda. Nelayan juga merasa diuntungkan dengan banjir karena ikan lebih mudah dan banyak didapat.

Menurut petugas kesehatan setempat, penyakit musiman beriringan hadir dengan banjir. Diare, Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), dan gatal-gatal adalah tiga penyakit teratas yang diidap oleh masyarakat saat banjir tiba. Posko kesehatan didirikan di pengungsian untuk membendung jumlah penderita penyakit musiman ini. Keterbatasan akses dan tenaga kesehatan turut menjadi kendala di Muara Kaman, terlebih saat banjir datang.

“Biasanya yang kurang obatnya dan memang dokternya yang tidak ada,” ucap seorang Bidan di Puskesmas Muara Kaman, Laili.

Dilansir dari halaman web resmi Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, pemerintah kabupaten berencana merelokasi masyarakat Muara Kaman ke tempat yang aman dari banjir. Masyarakat enggan pindah ke tempat lain karena merasa sudah lama tinggal di sana. Laili sendiri mengaku orang tuanya sudah tinggal di Muara Kaman selama 35 tahun. Banjir dianggap sudah agenda rutin setiap tahun sehingga sudah tidak dipermasalahkan lagi.

Sungai Mahakam sudah pasti meluap tiap tahunnya dan masyarakat sudah paham akan keadaan ini. Pindah tempat tinggal dianggap memulai segalanya kembali dari awal. Mencari penghidupan baru, lokasi belajar baru bagi anak, dan tetangga baru. Masyarakat menunggu solusi jitu yang saling menguntungkan untuk mengatasi kondisi banjir tahunan ini.