29 September 2018

Pelayanan Medis untuk Bencana Gempa Lombok

Share

Gempa bumi berkekuatan 7,0 skala richter mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat pada 5 Agustus 2018. Sebelumnya, pada 29 Juli 2018 gempa juga terjadi dengan kekuatan 6,4 skala richter. Dampak gempa paling parah ada di Kabupaten Lombok Utara, masyarakat memilih mengungsi karena rumah yang hancur dan khawatir gempa susulan datang.

Kekhawatiran tersebut terbukti, gempa besar selanjutnya terjadi pada 19 Agustus 2018. Kali ini Kabupaten Lombok Timur menjadi wilayah paling terdampak dari gempa ketiga. Ketiga gempa ini merusak rumah dan fasilitas umum seperti tempat ibadah, sekolah, puskesmas, dan lain-lain. Bersamaan dengan itu korban luka dan korban jiwa turut berjatuhan.

Pasca-bencana kebutuhan akan layanan kesehatan amat dibutuhkan masyarakat. Keadaan ini disebabkan oleh rusaknya fasilitas kesehatan dan tenaga medis yang turut menjadi korban. Keadaan tersebut membuat tim doctorSHARE untuk bergegas menyiapkan pelayanan medis di Lombok. Persiapan tim dilakukan di Jakarta dengan bantuan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Mataram untuk persiapan di Lombok.

Pada 10 Agustus 2018 atau lima hari setelah gempa besar kedua tim berhasil sampai di Lombok. Tim berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat untuk masuk ke wilayah terdampak gempa. Kegiatan dipusatkan di wilayah Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Utara. 15 orang relawan diterjunkan untuk melayani masyarakat terdampak gempa di pengungsian.

Beberapa kasus yang ditemui tim diantaranya dari patah tulang, luka-luka, dan perawatan luka. Penyakit-penyakit saat tinggal di pengungsian juga mulai bermunculan seperti Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), diare, dan penyakit kulit. Tim secara berkala pindah dari satu pengungsian ke pengungsian lain untuk melayani masyarakat sampai 15 Agustus 2018.

Pemulihan psikis juga menjadi fokus tim ketika melayani masyarakat terdampak gempa. Tim memberi dampingan dalam bentuk trauma healing kepada pengungsi dewasa dan anak-anak. Tujuan dari sesi trauma healing ini adalah meredakan rasa takut, khawatir, dan trauma akibat gempa. Saat pengobatan umum berjalan, sesi trauma healing diadakan bersamaan di tiap lokasi pengungsian.

Berdasarkan laporan pelayanan medis, total pasien 603 jiwa sepanjang satu minggu pelayanan medis. Angka tersebut termasuk sembilan pasien yang masuk dalam kategori bedah minor. Tiga penyakit terbanyak yang ditemui oleh tim diantaranya ISPA, penyakit kulit, dan darah tinggi.

Pelayanan RSA dr. Lie Dharmawan di Lombok Timur

Melihat masih adanya kebutuhan pelayanan medis di Lombok, tim memutuskan untuk kembali melayani masyarakat di sana. Pelayanan medis kedua diadakan pada (22-25 September 2018) dengan menggunakan Rumah Sakit Apung (RSA) dr. Lie Dharmawan.

Pelayanan medis kedua untuk gempa Lombok dipusatkan di wilayah Kabupaten Lombok Timur yang terdampak gempa. RSA dr. Lie Dharmawan sudah hadir empat hari sebelum tim dan sandar di Pelabuhan Labuhan Lombok. Relawan yang diterjunkan dalam pelayanan medis ini berjumlah 21 orang yang terdiri dari 14 relawan medis dan tujuh orang relawan non-medis.

Rangkaian kegiatan yang direncanakan adalah pengobatan umum di pengungsian, pelayanan bedah mayor dan minor, dan sesi trauma healing untuk anak-anak di pengungsian. Pengobatan umum masih dilakukan di posko pengungsian yang tersebar di Kecamatan Pringgabaya dan Sambelia. Dua kecamatan ini masuk dalam daftar wilayah terdampak gempa di Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur.

Jumlah pasien operasi mayor dan minor sepanjang pelayanan medis di Lombok Timur yaitu sembilan dan 12 pasien. Jumlah keseluruhan pasien pengobatan umum yaitu 715 pasien. Sesi trauma healing diadakan bersamaan dengan pelayanan medis di pengungsian. Target trauma healing adalah anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar.

Aktivitas yang dilakukan saat sesi trauma healing adalah bermain, belajar, mewarnai, dan bernyanyi. Menurut relawan tutor trauma healing, Astari Yuniarti kegiatan tersebut merupakan salah satu kegiatan yang biasa dilakukan anak-anak sehari-hari.

“Selain kebutuhan medis, masyarakat juga membutuhkan pemulihan psikis. Pemulihan psikis untuk anak-anak bisa melalui kegiatan menyenangkan yang sehari-hari mereka lakukan,” tutur Astari