15 Januari 2019

Enbal: Transformasi Singkong Berbisa Jadi Kaya Rasa

Share

Jika ada kesempatan berkunjung ke bagian Timur Indonesia, maka Anda dapat dengan mudah menemukan beragam jenis makanan pokok selain beras. Lain halnya di Papua yang sebagian besar masyarakatnya akrab dengan sagu. Bergeser sedikit ke Barat, tepatnya Maluku Tenggara, warganya lebih familiar dengan berbagai varian umbi akar salah satunya kasbi.

Kasbi merupakan singkong atau ketela yang mengandung racun. Sehingga, saat berkeliling di daerah tersebut, Anda akan banyak menjumpai hasil olahan Kasbi atau biasa disebut ‘enbal’. Makanan tradisional Kei dan Tual itu tersaji mulai dari sudut-sudut pasar hingga meja hidangan di setiap rumah.

Bagi masyarakat setempat, enbal memilliki makna penting dan strategis. Di samping sebagai makanan pokok, enbal juga menjadi media keakraban dan persaudaraan. Suasana seperti itu semakin terasa pada saat ada kerabat yang datang dari rantau untuk bekerja atau menyelesaikan pendidikan.

“Tak perlu heran kalau enbal pasti ada hampir di setiap rumah. Dulu, itu (enbal) jadi makanan utama mengalahkan beras dan jagung,” cerita Welhelmus Renus (56), Ketua Desa Ohoi Ad Kei Besar kepada tim media doctorSHARE pertengahan Oktober lalu.

Ditemani terik matahari sekitar pukul 13.30 WIT, kami berjalan kaki menyusuri kawasan Ohoi Ad. Bunga-bunga menghiasi halaman beberapa rumah. Bunga itu berwarna putih, tanpa tangkai dan daun. Tak juga tumbuh subuh di pot tanaman. Si pemilik rumah sengaja mengeringkannya di atas meja kayu buatan sendiri.

Ya, pernyataan Welhelmus bukanlah mitos belaka. Bunga yang dijemur tersebut adalah enbal bunga yang nantinya akan bermuara di perut pemilik rumah, baik sebagai camilan maupun makanan utama.

“Kalau siang menuju sore begini, enaknya disantap dengan teman kopi atau teh,” jelasnya sembari menunjuk suguhan di beranda rumahnya, tempat kami berbincang.

Sesekali ia mencelup enbal bunga ke dalam kopi di tangan kirinya sambil menceritakan langkah-langkah pembuatan enbal. Ia bilang, prosesnya tidak sulit. Namun, yang terpenting dari proses tersebut yaitu mengeluarkan racun kasbi.

Mulanya, kasbi segar yang telah dikupas harus direndam dan dibilas terlebih dahulu. Setelah bersih, kasbi diparut menggunakan alat parut konvensional. Welhelmus dengan gesit menyontohkan prosesnya dengan gerakan tangan naik-turun.

Berikutnya, kasbi parut dimasukkan ke dalam kain kasa ukuran tertentu untuk kemudian dimasukkan ke dalam alat “tindis” (tekan). Proses ini yang sangat berperan menghilangkan racun kasbi. Alat tindis berfungsi memeras kasbi parut supaya mengeluarkan air dari patinya sampai kering. Hasil daari tahap ini disebut enbal gepe.

“Biasanya dibiarkan di-tindis semalaman sampai kering betul seperti tepung,” imbuh Welhelmus.

Tepung tersebut dapat dijemur dan diayak lagi jika ingin mendapatkan tekstur yang lebih halus. Produk ini sebenarnya sudah layak konsumsi. Namun, kebanyakan orang di sana mengolah tepung enbal menjadi kudapan lain. Misalnya saja dipakai untuk membalut pisang goreng, atau menjadi enbal bunga. Lebih modern lagi, sekarang sudah ada enbal manis beraneka rasa yang dikemas apik di etalase toko-toko buah tangan.

Sayang sekali, tim doctorSHARE belum mendapat kesempatan menyaksikan proses pembuatannya secara langsung.

Kandungan Gizi Enbal

Elizabeth J. Tapotubun melalui penelitian tesisnya tahun 2012 yang berjudul “Kandungan Gizi dan Masa Simpan Makanan Tradisional “Enbal” Asal Kepulauan Kei dengan Penambahan Tepung Ikan Layang” menyampaikan, produk tersebut mengandung karbohidrat tinggi. Tetapi, nilai gizi lainnya terbilang sangat rendah.

Terlebih lagi, enbal harus melalui proses pengeringan untuk mengeluarkan kandungan racun. Ia menuturkan, proses pengeringan atau pengurangan kadar air pada bahan pangan akan menyebabkan kandungan mineral terkonsentrasi. Artinya, zat seperti karbohidrat dan lemak mungkin masih tetap di dalamnya. Sebaliknya, sejumlah vitamin, asam amino, dan zat warna menjadi rusak atau berkurang.

“Suatu tipe pengeringan memberikan pengaruh terhadap kualitas produk akhir,” tulisnya.

Oleh karena itu, ia memberikan alternatif cara mengonsumsi makanan tradisional enbal yakni dengan kombinasi bahan pangan lain. Sebagaimana papeda di Papua, enbal pun bisa dimakan dengan olahan ikan kuah kuning sebagai lauk pendamping agar terdapat pelengkap nutrisi (terutama protein).

Melalui penelitiannya pun, ia menawarkan modifikasi komposisi enbal dengan penambahan tepung ikan, mengingat karakteristik Maluku Tenggara sebagai wilayah pesisir yang potensial dengan kekayaan pangan laut. Tujuannya, untuk meningkatkan kadar gizi enbal dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.