1 Juni 2016

Memanusiakan Masyarakat Papua

Share

Salah seorang putra lokal dari Suku Moni, Kabupaten Intan Jaya, Papua, punya pernyataan menarik. Beliau berkata bahwa tuntutan rakyat Papua sebetulnya sederhana saja: ingin dimanusiakan.

 

Bagi Marten Tipagau, demikian nama sang putra lokal, salah satu program doctorSHARE yaitu Flying Doctors dapat menjawab dambaan masyarakat Papua akan kegiatan yang memanusiakan manusia. Kata “memanusiakan manusia” selalu beliau ulang untuk memberikan penekanan kebutuhan masyarakat Papua yang sesungguhnya.

 

Pernyataan Marten setidaknya cukup menjawab sejumlah pertanyaan saya:

–  Apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat Papua?
–  Apa yang sebenarnya terjadi hingga ada kelompok yang ingin melepaskan diri dari NKRI?
–  Apa benar masyarakat Papua butuh baju?
–  Apa mem-”baju”-kan masyarakat Papua membuat mereka lebih bahagia?
– Akankah ada percepatan untuk melepas belenggu 50 tahun ketertinggalan mereka dibanding masyarakat Jawa dan Sumatera?

Saya sendiri lahir dan tumbuh dari sebuah kampung di Pulau Sumatera. Tapi bahkan dibanding kampung halaman saya, kondisinya tetap saja sangat kontras dibanding wilayah Pegunungan Tengah Papua, terutama Kabupaten Intan Jaya yang selama setahun terakhir ini sudah seperti kampung halaman saya sendiri.

 

Tidak dapat dipungkiri bahwa penentuan lokasi pilot project pelayanan medis Flying Doctors doctorSHARE di Intan Jaya murni rencana Tuhan. Mengapa? Karena tidak satu pun tim doctorSHARE pernah mendengar nama Sugapa, Intan Jaya, Wandai, Gagemba, Ugimba, apalagi sampai menginjakkan kaki di daerah ini.

 

Proses yang kami lalui tidaklah mudah. Semakin besar halangan yang harus kami hadapi, tentunya semakin besar pula perjuangan kami buat mewujudkannya.

 

Melalui program ini, kami berhasil merangkul berbagai pihak mulai dari putra daerah, masyarakat lokal, tokoh agama, tokoh masyarakat, pemerintah daerah, DPRD, dan seterusnya. Yang kami coba lakukan adalah membuka mata hati dan mata kepala sekaligus melatih mata kaki untuk berjuang bersama melukiskan secercah harapan bagi masyarakat Pegunungan Tengah Papua.

 

Kami sungguh berharap sinergi berbagai pihak ini benar-benar memberi kesempatan bagi masyarakat Papua untuk menikmati pelayanan medis yang selama ini mungkin belum pernah mereka rasakan seumur hidupnya – sebuah tindakan yang diistilahkan Marten sebagai “memanusiakan manusia.”

 

Kesempatan blusukan di tengah-tengah masyarakat Moni adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan kepada saya. Kemurnian untuk hidup dengan, dari, dan bersama alam Papua yang indah memperlihatkan harmoni yang begitu esensial bagi kehidupan masyarakat Moni.

 

Tapi….

 

Lepas dari kedamaian dan kekayaan alamnya yang sangat luar biasa, apakah masyarakat pegunungan Papua tidak berhak mencicipi kenikmatan yang sama dengan rakyat indonesia lainnya? Kepada siapa mereka menuntut layanan publik dasar yang seharusnya jadi hak?

 

Saya pun bertanya-tanya apakah para pembuat kebijakan, di mana pun mereka berada, mengetahui fakta tragis bahwa dalam 4 hari ada 1 anak yang meninggal hanya karena demam. Sang anak sama sekali tidak memiliki kesempatan minum obat penurun panas.

 

Angka kematian ibu melahirkan pun tinggi karena tiadanya tenaga medis yang dapat membantu persalinan. Malang tak dapat ditolak jika perdarahan hebat terjadi.

 

Saya tidak ingin mengacungkan telunjuk atau berteriak pada siapa pun. Dari lubuk hati terdalam, saya sungguh-sungguh ingin mengajak semua pihak untuk membuka mata, mendengarkan, menyuarakan dan menyingsingkan lengan baju untuk turun tangan.

 

Kita perlu melangkah bersama memanusiakan masyarakat Papua yang selama ini terabaikan sebagai manusia. Bagaimana pun, mereka adalah bagian dari kita, bangsa Indonesia.