14 September 2017

Ranjau Darat di Wayabula

Share

Jajaran rumah yang tertata rapih menjadi pemandangan apik saat memasuki Desa Wayabula. Jalan-jalan desa halus diselimuti hitamnya aspal tebal. Tak sedikit masyarakat yang menorehkan senyum kepada tamu yang datang. Desa Wayabula merupakan salah satu desa di Kecamatan Morotai Selatan Barat, Kabupaten Morotai, Maluku Utara. Wayabula terletak sekitar 50 Km arah utara Ibukota Morotai, Daruba.


Sedang asyik menikmati perjalanan, tiba-tiba mobil berhenti mendadak seperti ada halangan. Ternyata gerombolan Kambing melintas tanpa ragu di jalan desa. Saat keluar dari mobil bau tidak sedap samar-samar tercium. Bau khas dari binatang ternak beserta kotorannya terendus oleh hidung. Jika diperhatikan sekeliling memang banyak hewan dilepas begitu saja oleh pemiliknya.


Kambing, Sapi, Ayam, dan Anjing menjadi hewan yang paling banyak terlihat seliweran di Wayabula. Beberapa hewan memang terikat, namun tidak sedikit pula yang dibiarkan bebas. Ketika berjalan kaki di jalanan desa, mata harus tetap siaga khawatir menginjak ‘ranjau darat’ yang tersebar. Kepala Desa Wayabula, Alimin Mansur sudah beberapa kali mengingatkan warganya agar hewan peliharaannya tidak berkeliaran di jalan.


“Kami sudah ada mengingatkan ke masyarakat, jadi hewan-hewan itu harus di kandang. Cuma ya itu masyarakat kadang kita sudah berulang kali sampaikan, mereka biarkan tetap seperti itu,” tutur Alimin saat ditemui di rumahnya.


Alimin menekankan pihak pemerintah desa berencana menjatuhkan sanksi jika masyarakat masih membandel. Menurutnya, hewan peliharaan yang dibiarkan lepas dapat menganggu kenyamanan desa. Orang-orang yang melintasi jalan bisa terhambat hewan tersebut. Belum lagi ditambah kotoran hewan yang menimbulkan bau tidak sedap. 


Hal serupa juga diungkapkan oleh Kepala Puskesmas Wayabula, Wayyama Wabula Pihaknya sudah menggandeng Dinas Peternakan setempat untuk sosialisasi ke masyarakat perihal hewan peliharaan. “Sudah itu sudah ada penyuluhan tapi masyarakat belum menyadari,” kata Wayyama.


Sudah bukan rahasia jika hewan juga dapat menularkan penyakit ke manusia. Penularan penyakit atau infeksi dari hewan ke manusia dikenal dengan istilah Zoonosis. Jurnal Litbang Pertanian karya Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, menggolongkan Zoonosis dari penyebabnya. Zoonosis disebabkan oleh empat faktor diantaranya bakteri, virus, parasit, dan jamur. 


Zoonosis dapat ditularkan dari hewan ke manusia melalui beberapa cara. Pertama kontak langsung dengan hewan pengidap Zoonosis. Kedua kontak tidak langsung, misalnya mengonsumsi makanan yang bahan dasarnya dari hewan pengidap Zoonosis. Ketiga melalui udara yang tercemar oleh bakteri atau virus dari hewan pengidap Zoonosis.


Hewan-hewan yang dilepaskan di lingkungan Desa Wayabula tentu berpotensi menularkan Zoonosis. Kotoran hewan dan kontak langsung dengan pemilik menjadi medium bagi Zoonosis. Upaya untuk mencegah Zoonosis adalah dengan meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kepedulian masyarakat itu sendiri. Masyarakat bisa memulai dengan memberi kandang dan merawat kebersihan hewan peliharaan.


Memberi kandang pada hewan peliharaan dapat memudahkan pemilik dalam mengontrol dan merawat hewan. Sesekali hewan bisa dilepaskan di area tertentu selain pemukiman penduduk. Pemberian pakan juga bisa disesuaikan, sehingga hewan tidak memungut makanan sembarangan. Kebersihan kandang juga perlu dibersihkan secara berkala. Penyemprotan desinfektan juga diperlukan guna mencegah terjadinya infeksi dan pencemaran dari bakteri, virus, dan kuman.

Pemanfaatan Kotoran Hewan Ternak

Beberapa jenis kotoran hewan dapat dimanfaatkan kembali, terutama kotoran dari hewan ternak. Pemanfaatan kotoran hewan ternak yang paling umum yaitu untuk pupuk dan biogas. Pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk bisa menjadi nilai jual dari kotoran tersebut. Pupuk dari kotoran hewan bisa dijual ke masyarakat yang bekerja di ladang atau di kebun. Bagi pemilik hewan yang juga memiliki kebun, tentu tidak perlu lagi merogoh kocek lebih dalam untuk membeli pupuk.


Pemanfaatan kotoran hewan lainnya yaitu untuk biogas. Biogas masuk dalam kategori sumber energi alternatif. Peneliti di Direktorat Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi, Daru Mulyono memaparkan biogas dalam jurnal ilmiahnya. Kandungan zat-zat alami yang ada pada kotoran ternak digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi. Biogas merupakan campuran gas yang dihasilkan dari proses perombakan kotoran ternak oleh mikroorganisme.


Perombakan tersebut terjadi dalam proses anaerob atau kondisi tanpa oksigen. Proses terbentuknya biogas, terjadi selama berlangsungnya proses fermentasi bahan-bahan organik tersebut. Biogas dapat dimanfaatkan untuk memasak, lampu penerangan, maupun keperluan lain yang membutuhkan energi.


Memang butuh usaha lebih dalam mengolah kotoran ternak. Namun jika dilihat dari segi manfaat akan jauh lebih baik ketimbang dibiarkan terbuang. Selain baik untuk kesehatan diri dan lingkungan, bisa juga menambah pundi-pundi rupiah. Jangan sampai ‘ranjau darat’ ini benar-benar menjadi ranjau yang bisa mengancam kesehatan masyarakat.