3 Desember 2018

Mengingatkan Bahwa Bahagia Itu Sederhana

Share

Nama saya Sheila Amabel, dokter umum yang lulus tahun 2013 dari Universitas Pelita Harapan, Tangerang. Pertama kali saya bergabung dengan doctorSHARE ini sekitar akhir 2016, saat itu pelayanan medis ke Tanjung Jabung Timur, Jambi. Rasanya sangat menyenangkan bisa bergabung dengan tim yang beranggotakan orang-orang yang luar biasa, mempunyai hati untuk membantu mereka yang membutuhkan di daerah pelosok.

Sampai saat ini, saya sudah mengikuti empat pelayanan medis doctorSHARE di beberapa tempat yang berbeda. Tidak menutup kemungkinan saya masih akan mengikuti pelayanan medis yang berikutnya.

Pelayanan medis yang keempat berbeda dengan sebelumnya. Biasanya saya datang bersama tim ke tempat yang sudah di survei dan sudah ada perencanaan kegiatan. Pelayanan medis keempat dilaksanakan untuk para korban pengungsi erupsi Gunung Agung, Bali. Gunung Agung belum menyemburkan lava panasnya dan masyarakat diungsikan hanya demi keamanan saja.

Kami mengawali kegiatan dengan koordinasi di pos komando pusat yang berlokasi di Karangasem. Setelah melalui berbagai macam diskusi, maka tim kami dipercayakan untuk memegang satu wilayah pengungsian yakni di Desa Amed. Lalu, tim kami segera bergegas pergi ke pengungsian tersebut. Masyarakat Desa Amed menyambut dengan senang hati karena wilayah tersebut belum terjangkau tenaga medis dari pos komando.

Ketika tiba di pengungsian, saya cukup prihatin melihat kondisi tersebut. Tempat tidur, dapur, dan kamar mandi tampak cukup menyedihkan. Apa boleh buat, hanya di pengungsian ini masyarakat bisa lebih aman daripada tempat tinggal asalnya. Kami melakukan pengobatan umum selama tiga hari di Desa Amed. Bencana belum terjadi dan semoga tidak terjadi, tidak banyak pasien yang ditangani.

Pengalaman yang paling berkesan saat itu saya dapat mengajak dua orang turis bernama Melanie Taubert dan Sarah Muller dari Jerman untuk dapat bergabung dengan kegiatan kami. Diawali dengan pembicaraan karena rasa ingin tahu mengapa mereka masih berwisata ke Bali. Pembicaraan terus berlanjut sampai di titik di mana mereka menawarkan diri untuk ikut ke pengungsian. Keduanya bahkan mau menyumbang bahan makanan, buah-buahan, dan sebagainya.

Saya merasa sangat bangga karena bisa mengundang turis asing dalam pelayanan yang kami berikan. Kehadiran mereka menunjukkan ke masyarakat Bali, khususnya para pengungsi, bahwa tidak hanya warga negara Indonesia yang peduli, warga negara asing juga peduli dengan kondisi masyarakat di pengungsian.

Saat jam makan siang tiba, masyarakat di pengungsian mulai menyantap hidangan. Meskipun menu makannya sederhana seperti nasi, sayur-sayuran, dan lauk pauk seadanya, tetapi rasa bahagia masyarakat tampak jelas dari wajahnya. Di sela-sela waktu makan mereka mengacungkan jari jempol tangan mereka sembari berteriak “enak” kepada kami dan turis asing yang membantu. Sang turis pun mengaku sangat senang karena bisa berbagi kepada pengungsi dan melihat kebahagiaan terpancar dari wajah mereka.

Perlu diingat bahwa kesehatan tidak selalu yang bersifat fisik tetapi juga mengenai kesehatan jiwa. Selain kegiatan medis yang bersifat pengobatan untuk penyakit fisik, kami juga berusaha melakukan kegiatan lain yang bersifat trauma healing khususnya untuk pengungsi anak-anak. Kegiatan diisi dengan melipat kertas origami, bermain tangkap bola, bermain kucing-tikus, mewarnai, dan bermain sambil belajar bahasa Inggris.

Melihat anak-anak dapat berinteraksi kembali dengan orang lain dan memberikan senyum riang bahagianya mengingatkan saya bahwa bahagia itu sederhana. Everytime you smile at someone, it is an action of love, a gift to that person, a beautiful thing – Mother Teresa.