11 Maret 2019

Jalan – Jalan Penuh Drama

Share

Sedari duduk di bangku sekolah menengah atas saya sering berharap bisa menjadi orang yang berguna bagi orang lain. Berbagai ilmu yang didapat dari sekolah hingga kuliah, menjadi modal utama untuk memuluskan apa yang menjadi misi besar dalam hidup saya. Sampai pada satu kesempatan saya melihat unggahan foto dari akun media sosial teman saya, Panji Arief Sumirat. Saya bertanya-tanya apa yang sedang ia kerjakan karena foto-foto yang diunggah diambil dari berbagai daerah di Indonesia.

Setelah bertanya-tanya, saya mengetahui bahwa ia adalah seorang relawan media di sebuah yayasan kemanusiaan bernama doctorSHARE. Dari situ saya mulai mencari tahu lebih dalam mengenai doctorSHARE. Akhirnya Saya tergiur untuk “jalan-jalan” bersama doctorSHARE. Ya, saya menyebutnya “jalan-jalan” karena setiap ada kegiatan pelayanan medis, para relawan dikirim ke tempat yang belum tentu masyarakat umum bisa mengunjunginya. Ini “jalan-jalan” yang sangat berguna karena bisa sekaligus menyalurkan misi yang saya sebutkan di paragraf awal.

Singkat cerita saya diizinkan bergabung menjadi relawan doctorSHARE pada pertengahan 2017. Sampai saat ini saya sudah empat kali mengikuti pelayanan medis bersama doctorSHARE. Sebagai seorang lulusan Program Studi Fotografi dan Film Universitas Pasundan Bandung angkatan 2013, saya mendapat kesempatan menjadi relawan media. Tugas saya mendokumentasikan kegiatan, masyarakat, dan mengangkat cerita di setiap lokasi pelayanan medis doctorSHARE.

Empat kali mengikuti pelayanan medis, empat kali pula saya terlibat “drama” dalam setiap pelayanan medis. Drama yang saya maksud bukan cerita fiksi yang dikemas dalam sebuah aksi. Drama yang saya maksud yaitu selalu ada hal-hal tak terduga saat pelayanan medis. Pelayanan medis pertama saya menjadi perjalanan yang sangat berkesan. Saat itu pelayanan medis dilaksanakan di Pulau Mayau, Ternate, Maluku Utara dengan Rumah Sakit Apung (RSA) dr. Lie Dharmawan.

Perjalanan menuju Pulau Mayau menggunakan RSA memakan waktu sekitar 16 jam. Saat perjalanan pulang RSA dihantam badai dahsyat, seketika saya pasrah akan takdir jika terjadi sesuatu. Doa terus diucapkan dari para relawan sampai akhirnya ada pertolongan dari kapal berbendera Hong Kong. Perjalanan kedua saya bersama doctorSHARE yaitu ke Banda Naira, Maluku. Rasa senang menyelimuti diri saat mendapatkan kesempatan mengikuti pelayanan medis di Banda Naira, pulau yang terkenal akan sejarah dan keindahan alamnya.

Kesenangan itu sempat terhenti saat saya tiba di Ambon dan mendapat kabar adanya gelombang tinggi sehingga kapal yang hendak ditunggangi membatalkan perjalanannya. Setelah mencari alternatif, akhirnya perjalanan dilanjutkan dengan pesawat kecil milik TNI AU dengan kapasitas yang sangat pas dengan jumlah tim saat itu 17 orang. Bagasi yang tersedia sangat terbatas, tim memutuskan untuk membawa perbekalan seadanya, termasuk pakaian ganti dan saya hanya membawa dua setel pakaian untuk lima hari di Banda Neira, sisanya dititipkan di Ambon.

Pengalaman ketiga bersama doctorSHARE berlangsung di salah satu pulau terluar Indonesia yaitu Pulau Kisar, Maluku Barat Daya. Perjalanan menuju Kisar ditempuh dengan pesawat kecil dengan kapasitas 12 orang dari Kupang dan Ambon. Keterbatasan akses transportasi membuat tim dibagi menjadi dua kloter, dari Kupang dan Ambon. Saya mendengar kabar pesawat dari Ambon mengalami kerusakan dan penerbangan dibatalkan, sehingga gagal membawa tujuh orang relawan.

Delapan orang relawan yang berangkat dari Kupang akhirnya tiba lebih dahulu. Rencana kegiatan diubah seketika karena kurangnya personil relawan. Dengan kekuatan yang ada dibantu tenaga medis setempat, tim tetap berusaha untuk melaksanakan pelayanan medis untuk masyarakat Pulau Kisar. Perjalanan keempat atau yang terakhir sampai tulisan ini di muat, saya ikut dalam tim pelayanan medis di Muara Kaman, Kalimantan Timur. Ini merupakan pelayanan medis perdana di RSA ketiga doctorSHARE, RSA Nusa Waluya II.

Ujian untuk tim tetap terjadi dalam pelayanan medis ini, curah hujan tinggi membuat permukaan air Sungai Mahakam naik. RSA tidak bisa melewati beberapa jembatan yang melintang. Solusi terpecahkan saat RSA mendapat izin sandar di Samarinda dan pasien dimobilisasi dari Muara Kaman ke Samarinda dengan speedboat dan ambulans. Selalu ada jalan keluar bagi saya dan relawan lainnya saat hendak berbuat baik untuk sesama.

Mungkin saya hanya sekedar “tukang foto atau video” dan tidak bisa mengobati orang, akan tetapi saya yakin yakin ini jawaban dari Allah sebagai jalan agar bisa bermanfaat untuk orang lain. Kondisi yang saya lihat di lapangan, itulah yang saya ceritakan melalui medium foto dan video. Saya berharap informasi yang saya bagikan bisa berguna untuk orang lain. Menambah rasa syukur kepada masyarakat yang masih dalam keadaan sehat dan mudah dalam menjangkau akses kesehatan.