10 April 2019

Kisah Nurul dan Tempat Tinggalnya

Share

Deru mesin kapal pompong terdengar kencang di tepi pelabuhan. Para pelajar yang hendak berangkat sekolah pun satu per satu naik ke kapal termasuk Nurul Hasanah. Sejak SMP hingga sebentar lagi lulus SMA, Nurul selalu pergi ke sekolah dengan kapal pompong dari Desa Munjan ke Desa Nyamuk. Begitu pun setelah jam sekolah berakhir, ia akan kembali pulang dengan kapal berukuran sedang yang setia menjemputnya di pelabuhan kecil dekat sekolah.

Sejak sekolah di SMPN 1 Siantan Timur di Desa Nyamuk, Nurul sudah terbiasa bangun pagi untuk berangkat sekolah naik pompong. Setiap hari ia menunggu pompong sekitar pukul 06.00 WIB di pelabuhan dekat rumahnya di Desa Munjan. Sekitar 15 menit kemudian, pompong pun sudah dipenuhi para pelajar yang juga sekolah di Desa Nyamuk. Perjalanan dari Desa Munjan ke Desa Nyamuk biasanya ditempuh dalam waktu 30-45 menit.

Nurul dan teman-teman sebayanya yang tinggal di Desa Munjan memang sudah terbiasa pergi dan pulang sekolah dengan kapal pompong. Sebab hanya ada satu SMA di Kecamatan Siantan Timur, Kabupaten Anambas, Provinsi Kepulauan Riau, yakni SMA Negeri 1 Siantan Timur. Bangunan sekolahnya terletak di ujung desa dengan pemandangan langsung ke arah lautan. Halaman depannya terbentang pantai berpasir putih dengan pohon kelapa kecil di sekitarnya.

Matahari mulai menyinari pagi. Seorang bapak memakai baju berkerah garis-garis dan bertopi hitam sedang mengendarai pompong di belakang. Tangan kanannya memegang kendali untuk mengarahkan baling-baling, sedangkan tangan kirinya memegang pinggiran pompong. Bapak itu bernama Abdul Wahab.

Nurul mengabadikan pekerjaan Abdul Wahab itu dalam sebuah foto. Ia memotretnya melalui sebuah cermin yang terlihat Abdul Wahab sedang bekerja sebagai kapten pompong dan matahari yang sedang menyinarinya dari belakang. Dari keterangan fotonya, Nurul menuliskan bahwa bapak 54 tahun itu bekerja sebagai kapten pompong sejak 2007 hingga sekarang. Foto tersebut berhasil mengantarkan Nurul jadi juara satu lomba foto yang diadakan di sekolahnya.

“Sebelumnya aku enggak kepikiran untuk foto pakai pantulan cermin. Awalnya aku cuma coba-coba saja pakai cermin yang aku pinjam dari kawan,” kata Nurul. Setelah perlombaan itu, Nurul disarankan oleh mentor fotografinya, Agus Prasetiawan atau biasa dipanggil Pak Tio untuk mengunggah foto-fotonya di Instagram.

“Awalnya aku suka fotografi saat Pak Tio datang ke sini, waktu itu ada sosialisasi fotografi kreatif. Aku belum dapat juara satu, masih urutan empat. Setelah itu aku coba-coba sendiri. Saat ada lomba lagi, aku ikut dan baru jadi juara satu,” ucap Nurul. Ia juga mengatakan bahwa awalnya ia menyukai obyek lanskap seperti pantai, tapi seiring berjalannya waktu ia pun lebih menyukai obyek manusia yang punya ekspresi.

Selain fotografi, Nurul juga punya hobi menulis. Ia pernah mengikuti beberapa perlombaan menulis esai dan sejarah di sekolahnya. “Awalnya aku lihat Whatsapp dari guruku. Ia mengajakku untuk ikut lomba penulisan sejarah. Terus aku coba menulis dan mengirimkan tulisan,” tutur Nurul.

Nurul menuliskan cerita rakyat soal awal mula Desa Munjan untuk ikut lomba karya tulis sejarah itu. Dari tokoh masyarakat Desa Munjan bernama Tarmizan, Nurul mengetahui bahwa nama Munjan berasal dari tiga kata yaitu, Hari-Mau-Hujan yang disingkat jadi Munjan. Dalam karya tulis sejarahnya yang diikutkan lomba, Nurul menceritakan kisah tiga bersaudara, yaitu Wan Bun, Wan Bijan, dan Wan Beras yang berasal dari yang sekarang disebut Desa Munjan.

Saat hari mau hujan, Wan Bun tiba-tiba menghilang di hadapan kedua saudaranya. Kedua saudaranya pun mencari keberadaan Wan Bun, tapi tak kunjung menemukannya sampai akhirnya mereka pulang. Sesampainya di rumah, tiba-tiba datang masyarakat memberitahukan kabar Wan Bun takkan kembali. Ia berada di gunung yang di atasnya ada batu besar. Hilangnya Wan Bun bertepatan saat hari mau hujan di batu besar itu dan kemudian diabadikan menjadi sebuah nama desa.

Nurul juga mengatakan bahwa cerita rakyat mengenai Desa Munjan adalah kisah turun temurun yang disampaikan dari orang tua ke anaknya, termasuk Pak Tarmizan yang menceritakan kisah ini kepada Nurul. Nurul sendiri adalah orang asli dari Desa Munjan begitu juga orang tuanya yang lahir dan besar di Desa Munjan. Sebelum sekolah di Desa Nyamuk, Ia pernah mengenyam pendidikan di SDN 2 Desa Munjan.