8 Oktober 2021

Saya cinta Papua!

Share

Liben! Itu nama yang begitu melekat di ingatan kami saat kembali dari Papua pada awal Oktober 2021 lalu.

Kala itu Tim doctorSHARE melalui program Dokter Terbang yakni program pelayanan medis gratis untuk masyarakat di daerah pegunungan (yang tidak terjangkau oleh rumah sakit apung) melakukan pelayanan medis di Wamena, Kabupaten Puncak Jaya selama kurang lebih satu minggu.

Di hari terakhir tim melakukan pengobatan, pembedahan, dan kunjungan ke rumah warga di Kampung Sinakma. Sebuah kampung yang terletak kira-kira 4 km dari Wamena.

Warga Sinakma hidup berdampingan dengan para pengungsi dari Nduga. Para pengungsi ini meninggalkan Nduga karena alasan keamanan pasca terjadi peristiwa berdarah di Nduga beberapa tahun lalu.

Kembali ke Liben. Setelah melahap jagung rebus dicocol sambal sebagai menu siang itu,  waktunya untuk melakukan kunjungan ke rumah warga. Seorang ibu dengan nada memelas memohon supaya kami datang pertama ke rumah orangtuanya.

“Adik saya tidak bisa ke sini dokter,” terangnya meyakinkan. “Tolong lihat kaki adik saya yang terbakar,” tambah si Ibu.

Tim kami pun berangkat. Butuh waktu sekitar 15 menit untuk sampai di sebuah Honai (rumah khas Papua).

Kami dipersilahkan masuk (perlu menunduk karena relatif pendek) dan disambut sekitar 8 orang di dalam rumah. Begitu masuk kami langsung mencium aroma tak sedap. Belakangan kami menyadari bahwa selain asap dari tungku yang berada dalam rumah tanpa ventilasi, aroma itu berasal dari kaki Liben.

Kaki kiri Liben menderita luka bakar serius dalam insiden kebakaran taksi di Wamena dua minggu sebelumnya.

Dengan pencahayaan seadanya Pak Hendra, relawan medis doctorSHARE dari Bukit Tinggi, mulai menganalisa kondisi kaki Liben. Baru di sentuh sedikit Liben langsung histeris.

“Pelan-pelan kah sedikit. Dia sakit sekali itu,” tegur seorang bapak-bapak, dengan hiasan bulu melingkar di kepalanya. Belakangan kami tahu itu adalah kepala suku setempat, sekaligus ayah Liben.

Situasi pun sedikit tegang, Sang ayah didukung anggota keluarga yang lain ngotot meminta supaya dikasih obat minum sekaligus disuntik saja.

Sementara itu, secara medis kondisi kulit mati yang mulai membusuk di sekujur kaki Liben harus segera diangkat. Jika dibiarkan, kaki akan terinfeksi parah, dan risiko terburuknya  bisa-biasa kaki akan diamputasi.

Dalam negosiasi yang cukup alot, Pak Hendra dan Villa selaku kordinator Tim doctorSHARE memanfaatkan pengalaman mereka berinteraksi dengan masyarakat Papua selama bertahun-tahun.

Pak kepala Suku, Liben dan anggota keluarga yang lain berhasil dibujuk supaya mengizinkan kami membersihkan luka, dan kemudian mengobatinya.

“Bapak… Kalau kulit-kulit mati tidak diangkat, kaki adek ini akan membusuk,” terang pak Hendra. “Kalau kulit matinya keluar, maka kulit baru bisa tumbuh nanti Bapak,” tambah Pak Hendra meyakinkan.

Terima kasih kepada Tuhan! Setelah kurang lebih satu jam, luka berhasil dibersihkan, diolesi saleb dan diperban, meskipun Liben menjerit-jerit dan anggota rumah ikut panik.

“Terima kasih dokter sudah jauh-jauh datang obati kaki anak saya,” ungkap Bapak kepala suku lembut dengan mata berkaca-kaca.

“Bapak, saya tidak punya uang! Saya tidak punya kekayaan yang bisa saya bagikan ke keluarga Bapak,” jawab Pak Hendra bergetar. “Yang saya punya hanyalah sedikit keterampilan, dan itu yang saya lakukan kepada Liben,” tambah Pak Hendra.

“Saya cinta Papua, karena semua yang ada di sini adalah saudara saya,” tegas Pak Hendra sambil menyeka air mata di pipinya.

***